banner 728x250

Rahasia Kesabaran Sayyidina Umar Ketika Dimarahi Istri

banner 120x600
banner 468x60

Cerita Sayyidina Umar Ketika Dimarahi Istri

Suatu hari, seorang lelaki datang menemui Umar, mengeluh tentang perangai istrinya yang sering cerewet dan “menggantungkan lidahnya” kepadanya. Lelaki itu berdiri di depan rumah Sayyidina Umar, menunggu kesempatan untuk berbicara, tapi tanpa sengaja ia mendengar dari balik pintu:
Istri Umar sedang bersuara panjang, menegur dan memarahi sang khalifah, sementara Sayyidina Umar hanya diam. Tidak membalas, tidak marah, hanya… mendengarkan.

Lelaki itu tertegun. Ia pulang dengan satu pikiran yang menghantui: “Kalau ini terjadi pada Amirul Mukminin, bagaimana nasib saya dengan istri saya?”

banner 325x300

Tak lama kemudian, Sayyidina Umar keluar, menatap lelaki itu, dan bertanya: “Ada apa, saudaraku?”

Lelaki itu menuturkan kegelisahannya, tentang panjangnya lidah istrinya, dan bagaimana ia khawatir tidak sanggup menghadapi hal yang sama. Umar tersenyum lembut, lalu berkata:

“Saudaraku, aku menahan istriku bukan karena ia sempurna, tapi karena hak-hak yang ada padanya. Ia memasak makananku, menyiapkan roti untukku, mencuci pakaianku, menyusui anakku. Semua itu bukan kewajiban, tapi aku menahan diri demi hal-hal yang halal. Maka aku menanggungnya untuk kebaikan rumah tangga, bukan karena ia tidak bisa marah.”

Lelaki itu terkesiap. “Ya Amirul Mukminin… istriku juga begitu,” katanya.

Umar menatapnya penuh pengertian: “Maka tahanlah, saudaraku. Ingatlah, semua itu hanyalah sementara. Bersabarlah, dan hati kita akan selamat.”

Mari merenung sejenak

Saya suka memutar-mutar kisah ini di kepala. Ada sesuatu yang menenangkan tapi juga lucu: seorang lelaki yang menunggu di depan rumah Khalifah, mendengar sang pemimpin besar diomelin istrinya, dan pulang dengan pelajaran hidup yang sederhana tapi dalam. Kadang kita terlalu membayangkan orang-orang besar hidup tanpa konflik kecil, tanpa pertengkaran rumah tangga, padahal mereka pun manusia.

Cerita ini mengingatkan saya, dakwah atau pembelajaran tidak selalu tentang menegur atau memberi fatwa. Kadang cukup dengan hadir, mendengarkan, dan menunjukkan bahwa kesabaran dan pengertian lebih efektif daripada kata-kata keras. Sayyidina Umar mengajari kita lewat contoh sederhana: humor kehidupan rumah tangga, ketegasan hati, dan kesabaran yang nyata, bukan teori di atas kertas.

Dan seperti sambal yang membuat nasi lebih nikmat, cerita-cerita semacam ini menambah “rasa” dalam hidup. Kita belajar bukan hanya dari kepatuhan, tapi dari pengalaman, dari manusia yang sama seperti kita: bisa marah, bisa kesal, tapi juga bisa menahan diri demi kebaikan.

Kesimpulan

Jadi, jika kita pernah merasa lelah menghadapi “lidah panjang” pasangan, teman, atau murid, ingatlah Sayyidina Umar. Bahkan beliau, Amirul Mukminin, pernah diomelin istrinya. Dan beliau memilih menahan diri, dengan alasan yang sederhana tapi bijak: karena cinta, karena hak, karena hal-hal yang halal. Bukankah itu pelajaran yang lebih manis dari semua khutbah yang panjang?

Rahasia Kesabaran Sayyidina Umar pada cerita di atas tentu bersumber dari kebijaksanaan beliau. Bijak dalam menyikapi. Pun bijak dalam menerima.

Kalau saya boleh menambahkan sedikit humor, mungkin Sayyidina Umar saat itu juga berpikir: “Kalau saya sampai marah, siapa yang akan masak makananku?” Dan itu saja sudah cukup untuk membuat hati tenang, dan perut kenyang.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *